| Dwi Anugrah Mugia Utama | Bobotoh | Mountaineering | Vegetarian | Working Class | Partikel Bebas |

Saturday, October 30, 2010

PERSIB Bandung VS PERSIJA Jakarta; Rivalitas klub atau fansclub?


Sabtu 30 Oktober 2010 kemarin kembali hadir pertandingan yang digadang-gadang seluruh publik sepakbola Negeri ini sebagai pertandingan terpanas antara PERSIB Bandung vs PERSIJA Jakarta. Bahkan pertandingan PERSIB-PERSIJA ini secara ratting TV bisa menyaingi bahkan mengalahkan pertandingan sekelas Manchester United - Liverpool atau Barcelona - Real Madrid di TV swasta Republik ini. Tapi kali ini saya tidak akan mencoba membahas jalannya pertandingan tersebut, karena seperti yang kita ketahui bersama hasil nya sangat memuakan bagi kita para bobotoh.
Semua penikmat sepakbola negeri ini tentu sudah mengetahui rivalitas 2 tim terbesar negeri ini, antara PERSIB Bandung dan PERSIJA Jakarta. Bahkan rivalitas ini pun sudah hal yang lumrah yang diketahui oleh hampir seluruh masyarakat negeri ini, bahkan oleh masyarakat yang tidak interest terhadap persepakbolaan dalam negeri sekali pun. Rivalitas kedua tim ini sudah seperti layaknya rivalitas klub-klub dunia yang memang mempunyai culture dan sejarah rivalitas yang panjang seperti Boca Juniors-River Plate, Ajax Amsterdam-Feyenord, Manchester United-Liverpool, atau bahkan Barcelona-Real Madrid. Tapi apakah memang rivalitas ini layak disebut sebagai partai sepakbola terpanas dinegeri ini? dan kedua tim ini mempunyai culture rivalitas yang sudah mendarah daging dan turun menurun? dan layak dikatakan sebagai rivalitas terbesar di negeri ini?
Sedikit menilik kebelakang tentang sajarah kedua tim ini, sebenarnya PERSIB dan PERSIJA tidak memiliki sejarah rivalitas yang cukup panjang. Bahkan jika berbincang-bincang dengan beberapa bobotoh kolot yang sudah mendukung PERSIB dalam beberapa generasi, beliau semua hampir sepakat sebenarnya sejak jaman perserikatan dahulu PERSIB lebih memiliki rivalitas dengan tim-tim besar lainnya seperti PSMS Medan, PSM Makasar atau PERSEBAYA Surabaya. Lalu sebenarnya sejak kapan rivalitas kedua tim ini bermula? Karena seperti yang kita ketahui bersama PERSIJA merupakan tim yang bisa dikatakan baru dalam panas nya Liga Indonesia, meskipun dilihat dari segi usia PERSIJA jelas lebih tua dan lebih dahulu berdiri dibandingkan dengan tim PERSIB sendiri. PERSIJA resmi lahir dan berdiri di tahun 1928 sedangkan PERSIB sendiri resmi berdiri 5 tahun kemudian di tahun 1933. PERSIJA sendiri sama hal nya seperti PERSIB, dua tim yang diawal pembentukannya selain sebagai tim sepakbola merupakan salah satu alat perjuangan rakyat Indonesia dimasa penjajahan bangsa luar.
Seperti yang diakui oleh mantan ketua The Jakmania (fansclub tim PERSIJA) Ferry Indrasyarif yang kini menjabat sebagai assisten manager tim PERSIJA, dalam beberapa artikel yang dia buat sendiri maupun dari obrolan-obrolan yang terdapat di film trilogi The Jak yang dibuat oleh Bogalakon Pictures. Bahwa PERSIJA sejak dahulu memang kurang mendapatkan perhatian dan dukungan publik Jakarta sendiri, bahkan ketika kondisi tim ini sedang hebat-hebatnya di dekade ‘60 dan ’70 an, seperti ketika mereka menjuarai liga Perserikatan dimusim 1964, 1971 dan 1978. Karena di musim 1978/1979 ini lah musim terakhir dimana PERSIJA merasakan menjadi juara pada liga Perserikatan yang resmi ditutup musim 1993/1994. Namun kondisi ini berubah 180 derajat ketika fansclub Jakmania hadir dipertengahan taun 1997, lambat laun masyarakat asli Jakarta maupun pendatang yang membanjiri Ibukota mulai mendukung tim Macan Kemayoran ini, apalagi dengan hadirnya piala Presiden di Ibukota yang sudah absen selama hampir 2 dekade terakhir, yakni pada Liga Indonesia VII tahun 2001, bertambah besar lah dukungan publik Jakarta terhadap PERSIJA. Berbeda 180 derajat dengan tim PERSIB sendiri dari literature dan data yang saya dapatkan, sejak jaman baheula sampai saat ini memang publik Bandung selalu mensupport dan mendukung PERSIB, karena memang pada liga Perserikatan PERSIB merupakan salah satu tim besar yang cukup dikatakan sering merasakan gelar juara selain PERSIS Solo, PSM Ujungpandang (sebelum berubah menjadi PSM Makasar), PERSEBAYA Surabaya dan PSMS Medan.
Lalu sejak kapan rivalitas PERSIB dan PERSIJA ini bermula? Karena bila berkata sejarah, seperti yang telah disebutkan diatas justru kedua tim PERSIB dan PERSIJA tidak mempunyai rivalitas yang kuat dan cukup panjang? Jika sedikit beranalisis PERSIB dan PERSIJA sebenarnya hanya salah satu katalisator permusuhan kedua kota tim ini berasal Bandung dan Jakarta. Secara historis Bandung adalah bakal ibukota Negara ini di masa kolonial Belanda. Berbagai kantor pusat pemerintahan Negara seperti Kereta Api, atau Pos dan Telekomunikasi pun berada di kota Bandung.Namun, perkembangan politiklah yang menunjuk Jakarta sebagai ibukota Negara sampai detik ini. Sejak jaman dahulu Bandung dikenal selalu membuat segala sesuatu yang berbeda dengan kota-kota lainnya di Indonesia, sebaliknya Jakarta pun sebagai ibukota Negara menolak bahwa jika di beberapa hal kota Bandung memang lebih baik. Baik itu hal musik, fashion, gaya hidup anak muda sampai tempat nongkrong. Mungkin jika diibaratkan rivalitas ini sama seperti Ajax Amsterdam dan Feyenoord Roterdam.
Hanya sedikit gambaran sebenarnya rivalitas klub sepakbola di Negara yang mempunyai culture sepakbola yang kuat merupakan hal yang sangat lumrah, masih banyak derby Negara yang biasanya sangat ditunggu-tunggu oleh hampir seluruh penduduk Negara tersebut bahkan dunia. Berikut ini beberapa pertandingan sepakbola yang mempunyai rivalitas tinggi di beberapa negara di belahan dunia lainnya beserta latar belakang nya:
1. El Clasico: Boca Juniors – River Plate, latar belakang pembagian 2 kubu di kota Buenos Aires Argentina ini lebih pada pertentangan antara kelas bawah dan kelas menengah atas. Bahkan majalah The Observer terbitan Inggris tahun 2004 pernah menulis mengenai 50 tontonan olahraga yang harus disaksikan sebelum anda mati. El Clasico ini menempati urutan teratas.
2. De Klassieker: Ajax Amsterdam – Feyenoord Roterdam, kedua klub ini berasal dari dua kota utama di negeri Belanda. Feyenoord dari Rotterdam adalah kota pelabuhan utama di Belanda sedangkan Ajax dari Amsterdam adalah ibukota kerajaan Belanda. Sejak masa silam pelabuhan Rotterdam dikenal sebagai salah satu pusat jalur lalu lintas ekonomi Eropa, sebaliknya Amsterdam adalah singgasana para bangsawan yang mengatur Belanda secara ekonomi maupun politik.
3. Old Firm: Glasgow Rangers – Celtic, penyebab utama rivalitas ke dua tim ini adalah antara hal yang paling sentimental di dunia ini yakni agama, dimana penganut Protestan dan Katolik di Glasgow Skotlandia mendukung tim yang berbeda untuk menunjukan jati diri dan identitas mereka.
4. Della Capitale: As Roma – Lazio, politik merupakan akar dari rivalitas kedua tim ibukota Italia ini, dimana Aliran Kiri melawan Aliran Kanan atau kaum Buruh vs Kaum Mapan.
5. D’Italia: Juventus – Inter Milan, kedua klub meskipun berbeda kota dianggap mewakili 2 klub yang paling berprestasi terbaik di Serie A, kasus calciopoli yang menimpa Juventus beberapa musim kebelakang pun menjadi bumbu tersendiri bagi rivalitas ke dua klub ini.
6. El Classico: Barcelona – Real Madrid, sebagian besar penduduk Barcelona berasal dari bangsa Catalan dan Basque, dengan menggunakan bahasa daerah Catalan. Sampai saat ini bangsa Catalan ini menganggap diri mereka bukan bagian dari Spanyol dan menganggap Spanyol sebagai penjajah mereka. Jika diibaratkan kondisi nya di Indonesia seperti GAM FC /RMS FC vs PERSIJA Jakarta.
7. Istambul derby: Fenerbache – Galatasaray, rivalitas dua klub utama di liga lokal Turki dan juga pertentangan kelas pekerja melawan kelas aristokrat.
8. Superclasico: Penarol – Nacional, pertandingan terpanas sepanjang masa di liga lokal Uruguay, penyebab rivalitas kedua klub ini cukup begitu kompleks dimana mencakup masalah para imigran melawan para nasionalis di Uruguay, selain itu pun hampir sama dengan rivalitas kebanyakan klub di dunia yakni rivalitas kaum proletar melawan kelas atas. Sedikit catatan pertandingan derby Penarol – Nacional ini merupakan derby tertua diluar Inggris.
9. Superclasico: Club America – Guadalajara, selain memperebutkan title klub terbaik sepanjang masa di Mexico, juga klub yang banyak membeli pemain asing melawan klub yang bermaterikan warga asli. Selain itu pun Superclasico ini mirip dengan PERSIB - PERSIJA dimana isu Ibukota dan Provinsi menjadi bumbu utamanya.
Selain beberapa pertandingan di atas masih banyak pertandingan lainnya yang secara rivalitas sangat kuat dan mempunyai sejarah yang sangat-sangat panjang. Lain waktu akan saya coba bahas lebih lanjut.
Kembali pada rivaitas PERSIB – PERSIJA, masih terlalu jauh jika membandingan rivalitas kedua klub ini dengan rivalitas klub-klub dunia diatas. Yang menjadi pertanyaan saya pribadi dari dahulu, apakah rivalitas ini adalah rivalitas klub atau hanya rivalitas fansclub? Jika berdasarkan fakta yang terjadi dilapangan justru rivalitas ini lahir dan bermula sejak pecah nya permusuhan antara kedua fansclub terbesar kedua tim, yakni Viking Persib Club dan The Jakmania sekitar tahun 2000. Jika dilihat dari kacamata klub justru kedua tim ini jauh dari kata rivalitas, untuk memperebutkan title dua klub terbesar di negeri ini rasanya terlalu jauh, karena kedua klub ini pun sudah dikatakan cukup lama tidak merasakan gelar Juara PERSIB terakhir mendapatkannya di tahun 1994 sedangkan PERSIJA di tahun 1997. Jika berbicara prestasi 10 musim terakhir masih banyak klub yang lebih baik seperti PERSIPURA Jayapura atau Sriwijaya FC. Bahkan yang lebih lucu kedua tim ini bisa dikatakan cukup sering “tukar kostum”, yakni berpindahnya pemain PERSIJA berkostum PERSIB begitu pun sebaliknya. Arcan Iurie Anatoviceli, Antonio Claudio, Charis Yulianto, Marwal Iskandar, Imran Nahumarury, Nuralim, Andi Supendi, Lorenzo Cabanas, Sonny Kurniawan Atep dan Baihaki Kaizan merupakan daftar pelatih dan pemain yang dalam 10 musim terakhir yang berganti kostum dari orange menjadi biru. Bagi dua tim yang mempunyai rivalitas tinggi haram hukum nya memberikan pemain bersangkutan pada tim yang notabenya merupakan klub rival mereka. Seperti yang terjadi pada Manchester United dan Liverpool, mereka sudah menjaga tradisi ini 3 dekade lebih, tidak ada pemain Merseyside yang berbaju Manchester secara langsung pada musim berikutnya. Rivalitas tinggi ini pernah terjadi ketika pada saat Gabriel Heinze mengutarakan keinginannya untuk meninggalkan Theather of Dream, gayung pun bersambut Rafael Benitez yang saat itu masih mengarsiteki kubu The Kop mengajukan penawaran yang sangat besar. Tetapi apa mau dikata kubu Manchester United lebih memberikan Gabriel Heinze pada Real Madrid dengan kontrak yang lebih kecil dibandingkan Liverpool. Inilah bukti sebuah klub yang menjaga rivalitasnya, mereka lebih baik memberikan mantan anak asuh nya dengan harga murah untuk klub lain daripada harus memberikan nya pada klub rival mereka meskipun secara materil lebih besar. Meskipun sistem tersebut belum bisa diterapkan di Liga Indonesia ini, karena seperti yang ketahui bersama klub-klub di Negeri ini belum mengenal yang namanya kontrak jangka panjang atau transfer pemain. Karena hampir semua klub di Indonesia masih menerapkan sistem kontrak primitif per musim, padahal jika dikelola secara baik ini merupakan salah satu sektor untuk klub menambah pundi-pundi kekayaannya, bukan kah sudah banyak pemain yang secara kualitas individu sangat baik di Liga Indonesia ini dan menjadi incaran klub-klub lainnya?
Namun pertanyaan diatas masih bisa kita rubah dengan, “mengapa klub masih mengambil pemain dari klub yang notabenya jelas-jelas klub rival mereka?” atau “mengapa masih banyak pemain yang dengan mudah nya berganti kostum dengan klub yang notabenya merupakan rival klub mereka sebelumnya?” jawaban yang akan keluar mungkin akan sama dan seragam, karena nilai kontrak yang diberikan oleh klub rival mereka cocok dengan yang mereka inginkan atau pemain pun beranggapan jika rivalitas klub di Indonesia bagi para pemain sendiri tidak berarti apa-apa dan bukan sesuatu yang begitu penting. Jadi, apakah rivalitas ini masih bisa dikatakan rivalitas klub? jika bukti dilapangan yang berivalitas hanya dari grass root yakni supporter saja. Sedangkan bagi klub, management, pelatih dan pemain sendiri rivalitas itu sendiri tidak ada. Masih layak kah PERSIB – PERSIJA dikatakan rivalitas dua klub? atau mungkin sudah saat nya kita merubah title menjadi rivalitas dua kubu fansclub supporter?

*disadur dari berbagai sumber

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

PERSIB Bandung vs PSV Eindhoven; This is a Fact!


Ruud Gullit pernah merasakan langsung hangat nya rumput stadion Siliwangi apalagi berhadapan dengan tim terbaik sepanjang masa versi saya PERSIB Bandung. Yah, ini bukan sekedar isu atau bualan belaka, karena ketika secara tidak sengaja saya berbincang-bincang dengan salah satu Bobotoh kolot, beliau menceritakan bahwa pada Maret tahun 1988 PERSIB Bandung pernah kedatangan tamu istimewa salah satu tim terbesar pada masa itu PSV Eindhoven. Tentu saja saya tidak tahu, karena pada saat itu mungkin saya belum menjadi seorang bobotoh (baru berumur 3 tahun, mana ngerti sepakbola apalagi Ruud Gullit lol). Pada saat itu PSV Eindhoven sedang melakoni rangkaian tur Asia bersama sponsor abadi tim ini Philips. Dalam turnya kali ini, PSV Eindhoven dihadapkan dengan beberapa tim papan atas Indonesia. PERSIB Bandung yang saat itu menjadi salah satu tim yang paling bergengsi di tanah air diberi kesempatan melakoni partai uji coba istimewa ini, meskipun yang menjadi juara dan runner up di kompetisi Perserikatan musim sebelumnya 1987/1988 yakni PERSEBAYA Surabaya dan PERSIJA Jakarta.

Pasukan PSV Eindhoven yang diturunkan menurut informasi yang saya dapatkan pun bukan pemain kelas dua Eropa seperti kondisi tim PSV Eindhoven saat ini. Tapi tim yang diturunkan pada saat beruji coba dengan PERSIB memang benar-benar pemain kelas dunia pada masa nya. Selain Ruud Gullit yang pada saat itu sudah dipinang AC Milan dan tercatat sebagai pemain termahal dunia, PSV Eindhoven pun diperkuat beberapa pemain bintang lainnya seperti Ronald Koeman, Wim Kieft dan Eric Gerets yang pernah menjadi kapten timnas Belgia. PERSIB Bandung sendiri pada saat itu menurunkan skuad terbaik nya ketika menjuarai kompetisi Perserikatan 1986 antara lain El Capitano Adeng Hudaya, Bambang Sukowiyono, Wawan Hermawan, Dede Rosadi, Erik Ibrahim, Ade Mulyono, Djajang Nurdjaman, Sobur, Boyke Adam, Suryamin, Robby Darwis, Adjat Sudrajat, Iwan Sunarya, Wawan Karnawan, Ajid Hermawan, Ujang Mulyana, Sam Triawan. Dan diarsiteki oleh Nandar Iskandar dan Indra Thohir . Hasilnya pun sudah dapat ditebak, meskipun saat itu PERSIB menurunkan skuad terbaiknya, tapi apa daya mereka semua tidak berdaya dihadapan Ruud Gullit cs dan gawang Wawan Hermawan pun dibombardir 4 gol tanpa balas. Gol PSV Eindhoven sendiri pada saat itu dicetak oleh Willy Van De Kerkhof, Eric Gerets dan Ruud Gullit 2 gol. Namun ke empat gol tersebut kesemuanya di cetak di babak pertama. Masa lalu yang sangat indah….. apakah mungkin untuk saat ini seorang pemain terbaik dunia seperti Wayne Rooney atau bahkan Lionel Messi dapat merasakan hangatnya rumput stadion Siliwangi, yang saat ini lebih layak dikatakan kebun kentang dibandingkan sebuah stadion seperti yang diungkapkan coach Timnas Indonesia Afred Riedl.

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Monday, October 11, 2010

Football is Life


Tanpa disadari olahraga dengan dua puluh dua pemain aktif di lapangan ini telah menjelma menjadi sesuatu yg mampu memberi arti pada hidup seseorang. Bahkan seorang Manager legendaris Merseyside Reds pun pernah berkata dan menjadi kutipan sepakbola yang sangat terkenal sampai saat ini "Some people think that football is a matter of life and death. Let me tell u this... it is much more serious than that!" Kutipan ini muncul ketika beliau memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia sepakbola, lalu hanya menunggu beberapa hari saja munculah kutipan tersebut dan membuat beliau menganulir keputusan nya.

Orang awam boleh saja menelan ludah ketika menemukan seseorang dengan sebuah tato berlogo tim kebanggaan nya di punggung, bahu, kaki, atau tangan mereka. Kegilaan-kegilaan seperti ini mungkin menjadi hal yang aneh bagi kebanyakan orang, tapi rasa fanatisme seseorang pendukung sepakbola memang selalu tidak dapat ditebak dan masuk logika. Sepakbola memang lebih dari hidup dan banyak orang yang percaya akan hal itu. Berapa ratus bahkan puluhan ribu orang yang rela mengorbankan jiwa dan raga nya demi tim yang mereka bela. Ini bukan hanya sekedar cerita fiksi menyayat hati yang membuat orang berdecak seakan tidak percaya layaknya film-film dari Korea atau sinetron Cinta Fitri, karena ini sebuah cerita nyata yang terjadi di depan mata. SAVE OUR FOOTBALL, RESPECT!

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib